Jumat, 30 November 2012

Kronologi Perang Salib

Image
Perang Salib I
        Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.
        Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Perang Salib II
        Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.
Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.
Perang Salib III
        Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
Perang Salib IV
        Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
        Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

Sabtu, 24 November 2012

Cerpen Tentang "Cinta"


Alhamdulillah cerpen yang bertema cinta ini dapat diselesaikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman kosan yang telah bersedia membantu mengenai hal yang terkait di dalam cerpen. Selamat membaca semoga pembaca tidak ketawa saat membacanya. *_*

                                          Gerimis dalam Kekeringan

Love Image
     
       Cinta merupakan perasaan yang setiap manusia pasti memilikinya dan mampu merasakannya. Namun cinta yang kurasa masih terombing-ambing di lautan dan lepas. Terbentur karang dan ombak. Aku masih belum tahu kini cintaku milik siapa. Semuanya berlalu terlalu singkat. Aku sudah lupa bagaimana perasaan saat pertama kali aku jatuh cinta. Saat pertama kali aku menemuinya meski hanya dalam impian semata.
       Namun yang kurasakan adalah berdiri diantara sebuah keinginan dan penolakan cinta. Semua aku timbang dengan benar dan hati-hati. Sehingga aku putuskan untuk pergi jauh-jauh. Karena berjuta alasan dan kebaikan untuknya. Itulah sebuah peperangan yang membuat separuh jiwaku berada dalam tengah hutan yang gelap. Terasa tak ada yang memberiku petuah yang menyentuh. Aku tak bisa mendengar dengan baik apa yang terjadi pada lingkungan saat aku berdiri.
       “Udah belum, Hen? Udah mau ditutup perpustakaannya.” kata-kata Saskia memecah lamunanku.
       “Oh, iya. Ini udah ada semua referensi bukunya. Tinggal langsung saja ke penjaga perpustakaan. Ayo?” ajakku sambil membereskan tas dan membawa buku-buku yang sudah aku pilih untuk ditunjukkan kepada penjaga perpustakaan.
       Hati tak bisa berbohong sedikitpun. Meski berkali-kali aku memungkirinya. Berkali-kali pula aku merasakan sakit yang mahadahsyat. Jiwa sedang di kelas namun pikiran entah berkelana kemana. Tak dapat fokus dengan yang ada di depan mata. Rasanya jika seorang pianis sedang memainkan nada, nada itu tak akan memiliki jiwa. Nada itu adalah aku. Sampai perkataan teman sendiripun tak didengar.
       “Hen, asyik nih nilai kita yang paling besar. Ngga’ salah ya aku sekelompok sama kamu, Hen. Kapan-kapan kita belajar bersama lagi dong, Heni.” kata Saskia penuh manja saat kami berdua sedang duduk di bangku taman.
       “Tapi, ada syaratnya. Kamu harus bawa sebotol cairan cinta dan sepiring kesetiaan untuk membuatku nyaman.” jawabku ngeledek.
       “Huh, dasar.” jawabnya kesal.
       Dalam perjalanan pulang, aku dan Saskia bicara apapun yang melintas dalam pikiran. Dia selalu menyinggung-nyinggung perihal cinta, yang selalu membuatku bosan dan malas untuk membahasnya. Sebenarnya bukan aku membenci seseorang yang membuatku benci membicarakan soal cinta. Hanya saja aku tak seharusnya memiliki perasaan cinta yang salah, yang hanya akan membuatku kecewa karena cinta yang kumiliki tak akan mungkin aku miliki seutuhnya. Akupun tak menyalahkan perasaan ini.
       Sebuah opini aku nyatakan, lebih baik mencintai seorang idola daripada mencintai seseorang yang tidak akan membalas cinta dan perasaan kita. Karena sebatas antara seorang fan dan idola, aku hanya mengagumi saja sehingga tak akan membuatku patah hati apalagi kecewa. Hanya sebatas untuk mendapatkan inspirasi dari sosok ­public figure. Sosoknya dapat memberikanku semangat baru. Itulah yang kurasakan saat ini. Dalam keadaan diriku yang tak menentu ini. Aku mencoba mengalihkan perhatianku. Dan mencintai-Nya lebih baik karena jelas cinta-Nya hanya untuk hambanya.
       “Heniii...?” dari kejauhan aku mendengar ada yang mengucap namaku begitu keras. Akupun menengok ke belakang.
       “Herry. Ada apa, Her?” aku tak menyangka dia datang menghampiriku sore itu. Seketika membuat aku gugup.
       Kini aku ingat bagaimana rasanya cinta pertama itu bersemi. Semua orang disekeliling kita menghilang. Semua kosakatapun yang ada di otak terasa hilang begitu cepat, yang menjadikan penyakit amnesia datang sekejap. Semua urat syaraf untuk mengucapkan sepatah katapun terkunci. Dan kau tak bisa apa-apa kala mata itu menghunus matamu. Kau akan terkulai dalam kata-katanya yang menjelma bagai gerimis. Gerimis yang turun dan membasahi jiwa yang sedang kekeringan.
       “Kau menjatuhkan ini.” katanya sangat ramah.
       “Ah, iya betul ini gantungan tas milikku. Makasih ya, Her?” kataku sambil gemetar dan mengambil gantungan tasku dari tangannya.
       Sejak awal perjumpaan itulah aku dengannya jadi semakin akrab. Kala cinta kucoba untuk aku musnahkan dia malah datang. Tapi kala cinta kuharapkan datang dia tak juga datang. Dan semakin membuat keadaan menjadi begitu acuh. Apakah kau mengujiku, cinta? Kau jahat sekali. Kau membuatku merasa seluruh dunia menjauhiku. Tak ada yang mengajakku menikmati indahnya hari.
       Semuanya begitu indah jika cinta itu sudah berkumpul dan dirasakan bersama. Bagai penantian kertas-kertas putih yang telah menemukan tintanya. Terasa lengkap jika seseorang telah menemukan sumber mata air yang akan membuatnya sejuk setiap saat. Cintaku untukmu setiap hari. Cintaku kepada-Nya, bukan hanya sekedar lima waktu semata. Cintaku untuk mereka dan mereka tetap menjadi yang paling berwarna dan lebih terang. Kau membuatku lebih perhatian kepada yang lain. Semangatku telah kembali seutuhnya ke dalam raga. Namun saat mata tak bisa memandang. Kuharap biarlah hanya doa yang menyatukan. Dan kau tetap sabar. “Ya, Allah. Kini malam-Mu telah datang dan siang-Mu telah berlalu dan suara-suara penyeru-Mu telah diperdengarkan maka ampunilah aku.”
November 2012

Sabtu, 17 November 2012

Cerpen 2012



Seorang Bapak Berjas Abu

Converse
Sering aku datang terlambat. Banyak faktor yang melatar belakangi mengapa aku terlambat diantaranya yaitu aku bangun kesiangan. Namun pagi ini karena sepatuku tidak ada di atas rak sepatu. Sekitar setengah jam aku mencari di mana sepatuku. Namun hasilnya nihil. Terpaksa aku memakai sepatuku yang lama.
            Saking terburu-burunya sampai semua kendaraan yang ada di depanku aku salip tanpa perhitungan. Sampai akupun menerobos lampu merah, berlari dan terus berlari menuju kelas. Aku membuka pintu kelas ternyata dosen belum datang, semua mahasiswa melihat ke arahku sambil berkata “kamu bikin kaget kita aja” seru mereka. Akupun duduk.
Aku tak menyadari tali sepatuku terinjak, saat namaku dipanggil dosen maju ke depan. Nyaris aku jatuh seandainya aku tidak pegangan kursi yang ada di depanku. Hari ini penuh dengan cerita misteri sepatu yang membuatku hampir naik darah. Setelah pelajaran usai, aku memperhatikan ada berbagai jenis dan merk sepatu lalu lalang di depan mata. Ada sepatunya orang kaya, sepatunya orang cantik, sepatunya orang antisosial, sepatunya model dan sepatunya orang miskin. Hampir tiap hari aku melihat si diapun berganti sepatu. Kehidupannya bagai pertunjukan model yang berjalan di atas cat walk.
Anak kecil penyemir sepatu yang sering kali aku lihat di depan kampus dengan pedagang koran, kerap membuatku merasa tersentuh. Wajahnya yang polos dan penuh keceriaan. Baju kusut dan wajah yang kurang bersinar serta tak mengenakan sepatu, menawari jasa penyemir sepatu kepada siapapun yang ia jumpai.
Aku selalu berdua dengan Venda. Biasanya aku menunggu jam kuliah di atas tangga ke lima dekat ruang kuliah sambil browsing, membaca karya-karya sastra dari berbagai situs blogger.
“Et, tot. Sorry.” seorang wanita yang terkenal centil menginjak kakiku.
“Sorry-sorry. Sakit nih. Sepatu besi lo itu nginjek kaki gue.”
“Gitu aja marah.” katanya datar sambil turun menuruni tangga.
Pandangannya menelanjangi pikiran. Imajinya membaca isi hatiku. Gerakan tangannya menghipnotis sesaat. Suara beratnya memecah derai keringat. Nenek misterius semakin serius menangkap gerakan bola mataku. Lalu pergi begitu saja dengan cucunya. Meninggalkan aku yang masih tampak cengang.
“Mengapa nenek bisa tahu aku di sini?” kaget setengah mati aku melihat nenek misterius itu datang ke rumahku.
“Nak, sepatu cucu nenek ilang. Maukah kau memberikan nenek sepatumu, Nak?”
“Oh, iya, Nek. Kebetulan aku ada sepatu yang tidak dipakai. Tunggu sebentar aku ambil dulu, Nek.”
“Terima kasih, Nak. Terima kasih banyak. Semoga Tuhan menggantinya dengan yang lebih baik.” katanya lirih meyakinkan sambil memalingkan pandangan dan pergi.
Keanehan yang semakin membuat bulu kudukku semakin merinding. Kebingungan langsung menyerang kepalaku. Aku tak bisa jujur saat nenek tua itu meminta sepatuku. Padahal aku sendiri, tinggal sepatu itu yang aku miliki. Akhirnya, langsung aku jemput Venda dan mengajaknya pergi ke toko sepatu.
“Sebenarnya sepatu seperti apa yang kau cari, Wan?”
“Tak ada sepatu yang...”
“Sssst. Liat tuh cewek cantik. Pake higil bak diva saja, Wan.”
“High heels!” kataku sambil merengut.
“Eh, eh mau kemana? Katanya mau...” aku menarik tangan Venda tanpa banyak penjelasan.
Dari jajaran sepatu yang murah sampai yang mahal, tak ada yang memesona dan menarik hati. Aku memutuskan untuk makan saja di salah satu tempat favorit kami berdua kala mengunjungi pusat perbelanjaan.  Tanpa ba bi bu lagi Vendapun langsung memesan makanan. Sementara aku pergi ke toilet.
Nak, Bapak nitip tas Bapak dulu, ya? Bapak mau ke sana sebentar mau membeli mainan buat anak Bapak.”
Oh, ya, Pak.” kataku singkat.
Saya menunggu Bapak berjas abu itu untuk kembali lagi mengambil tasnya. Sekitar 15 menit aku mondar-mandir di depan pintu toilet. Bapak berjas abu tak juga kembali. Aku mencari Bapak yang tadi masuk ke toko mainan. Namun aku tak mendapati satu pengunjungpun di sana. Panik aku langsung menghampiri Venda.
Ven, Ven. Aku...” kataku bingung .
“Apa. Aku, aku. Ngomong tuh yang jelas.”
“Ini, nih. Tadi ada seorang bapak-bapak nitipin ini.”
“Terus, bapaknya mana?”
“Nah, itu dia permasalahannya.”
Venda merebut tas bapak berjas dan langsung melihat isi tasnya. Tanpa sepatah kata langsung dia mengambil sebuah kotak berwarna hitam bertuliskan “converse”. Setelah dibuka isinya sepasang sepatu berwarna coklat muda. Aku langsung melotot kala Venda membacakan sebuah sobekan kertas kecil yang bertuliskan sebuah pesan.
Untukmu seorang pemuda yang baik hati, Wawan.
“Aku mengambil sepatumu di atas rak kemarin. Sepatuku basah. Maaf aku tak langsung memberitahu. Aku buru-buru pergi karena ibuku sakit. Tetapi sebagai gantinya aku telah mengirimimu sebuah sepatu yang sama. Karena mungkin aku akan lama.” sebuah pesan singkat dikirim oleh Indra teman satu kos denganku.

09.07 p.m
14 November 2012

Jumat, 09 November 2012

DI UJUNG ALISKU



       Di ujung alisku air mata cinta berjatuhan. Di ujung seyum bibirku tergantung namanya. Di ujung kepekaan lidahku ada rasa yang tak menentu kala racun itu kureguk. Tertelan menusuk jiwa. Tak ada lagi penawar. Segala yang kulihat tak ada selain bayangannya pada tembok, lantai, atap, dan tempat tidur. Dia  bak kuman yang tampak di manapun aku singgah. Menempel dan mengikuti di balik pandangan mata. Tak ada keadaan nyaman selain cara untuk membunuhnya. Itulah kesulitanku.
        Dalam perjuanganku kali ini untuk membunuh kuman, aku memang tidak berhasil sedikitpun. Dengan adanya kata-kata bijak yang kudengar kala itu, aku semakin tak kuasa menguasai diriku sendiri. Aku semakin tak bisa mengenali siapa aku. Aku semakin jatuh lebih dalam ke lembah cintanya. Semakin aku tak dapat menarik lagi jiwa ini ke daratan. Aku semakin tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ini takdir untuk merasakan bahwa cinta merupakan perasaan yang begitu sulit aku jelaskan. Begitu sulit untuk aku menerima kembali keadaan yang sebelumnya biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa kulakukan kecuali memandang tembok dan melemparinya dengan senyuman-senyuman yang tak jelas adanya. Entah dari mana datangnya senyuman, itupun tak pernah disangka sebelumnya.
        Ada kalanya hari menjadi harinya orang gila. Milik orang-orang yang sedang membangun cinta. Ada kalanya hari begitu pendek. Suara gemuruhpun tak dapat didengar sore itu. Ucapan terima kasih dari seseorangpun tak sempat dibalasnya. Begitu pelitkah cinta sampai tak membolehkan diriku berbagi dengan yang lain? Persediaan kantung udaraku pagi ini hanya 60%. Itupun hanya sekedar untuk melangkah dan melewati pandangannya. Aku hampir tak bisa bernapas.

09 November 2012

Rabu, 31 Oktober 2012

Puisi dan Kehidupan

Oleh Nurohmah

24 Oktober 2012

Hewan mati tetap saja akan menjadi hewan (bangkai). Gelandangan mati dipinggir jalan menjadi sampah. Tak ada yang memandang apalagi melihat dan sampai menguburkan seperti manusia lainnya yang mati di atas ranjangnya. Dan apalagi jika mati karena tertabrak mobil di jalan raya mungkin mayat itu habis terlindas oleh mobil lain yang melintas. Akhirnya benar-benar menjadi sampahlah ia. Sampah busuk di pinggir jalan dan jika tak dibuang akan menyebarkan wangi tak sedap. Namun yang anehnya hidung manusia di sana masih tetap saja nyaman bernapas. Entah mereka sudah biasa atau karena memang hidung mereka sudah tak peka lagi saya juga kurang tahu. Bisa juga karena mereka sengaja menjadikan itu semua sebagai sampah pemandangan yang unik. Tapi apa bagusnya sampah itu dipajang?

Virus yang tak terlihat oleh mata telanjangpun sangat berbahaya. Apalagi jika virus itu kelihatan. Mungkin virus juga akan meniru kehidupan kaum Bani Israil (saling membunuh). Dunia telah sekian lama berada pada zaman yang lebih baik setelah Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Namun sepertinya dunia seolah sekarang perlahan telah kembali pada zaman kegelapan. Sudah jarang manusia yang mau bersusah payah berusaha demi sesuap nasi. Rakyat jelata diinjak-injak harga dirinya. Manusia tak lagi memandang manusia sebagai manusia. Dan satu berbanding sekian pemimpin yang masih mau memandang ke bawah dan bercermin diri. Aku yang hidup pada zaman ini kadang merasa gerah setiap hari yang kulihat hanyalah lautan orang yang berambisi pada persaingan dunia, titel dan jabatan.

Ketika puisi harus berbicara untuk berjuta unek-unek yang menumpuk di tempurung otakku. Harus dari belah mana dulu puisi memulainya. Puisi adalah surganya para penyair. Kerajaan penyair yang tak memerlukan tahta. Kehidupannya sangat sederhana. Namun jika suatu hari puisi meledak dapat dikatakan puisi ibarat bahan utama peledak yang dapat menghancurkan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Membakar dan menghanguskan virus-virus yang tak terlihat sekalipun. Mengapa demikian? Karena puisi akrab sekali dengan sifat manusia yang paling mulia yaitu kejujuran. Para penguasapun takut padanya.

Mengapa harus puisi? Mengapa tidak lagu dangdut saja yang sangat akrab di telinga masyarakat kalangan bawah yang selalu didengarkan tiap pagi oleh mereka meski hanya ditemani kopi pahit saja. Puisi ditulis penyair bukan semata karena uang. Bukan suatu cita-cita apalagi gelar. Namun puisi ditulis penyair sebagai suatu kebutuhan. Puisi adalah teman sejati yang tak pernah berontak pada penulisnya. Karena puisilah kita dapat memegang dunia. Dunia seolah berada di tangan dan tintanya. Berminpi, percaya, dan keyakinannya pada puisi untuk membawanya bebas memandang dunia. Kesetiaanya membantu imaji menciptakan sebuah karya. Dan jika penyair harus mati. Mati bukan berarti kalah. Mengenang Widji Tukul (Wiji Widodo) pada peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta.

Menulis itu hal yang menyenangkan. Karena menulis adalah jembatan yang membawa pada pembebasan berpikir. Menulis adalah media yang membebaskanmu dari terbelenggunya pemikiran yang tak sempat tersampaikan secara langsung. Menurut Dr. Pennebaker, menulis itu menjernihkan pikiran, menulis dapat mengatasi trauma, menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, menulis membantu memecahkan masalah dan menulis-bebas membantu kita ketika kita terpaksa harus menulis.

Dan mengapa harus menulis puisi? Puisi merupakan ekspresi dari pengalaman imajinatif manusia. Pertama sekali yang kita peroleh ketika membaca sebuah puisi adalah pengalaman. Semakin banyak orang membaca puisi semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh / nikmati, terlebih pula pengalaman imajinatif. Dan sebenarnya suatu pengungkapan secara implisit, samar dengan makna yang tersirat, di mana kata-kata condong pada artinya yang konotatif, itulah yang dimaksudkan puisi yang sebenarnya (Tirtawirya, 1983:3).

Puisi mampu memberikan kesenangan atau hiburan kepada pembaca. Puisi juga mampu memberikan manfaat bagi pembaca dalam rangka membentuk pandangan hidupnya. Hal itu mungkin saja terjadi karena pada awal pertumbuhannya, puisi sangat erat hubungannya dengan filsafat dan agama. Bahkan Anda yang beragama Islam, tentunya telah memaklumi bahwa Kitab Suci Al-Quran teruntai dalam rangkaian puisi yang indah. Begitu juga renungan para pujangga Jawa dan Sunda, umumnya juga disusun dalam bentuk tembang.

Unsur kehikmahan yang bermanfaat dalam mengembangkan filsafat hidup pembaca dapat meliputi berbagai masalah yang sangat kompleks. Kompleksitas itu terjadi karena, sebagai suatu kreasi seni, puisi dapat mengangkat bahan penciptaannya dari kompleksitas masalah dalam kehidupan itu sendiri, dari segala yang ada dan mungkin ada. Oleh sebab itulah, puisi pada dasarnya juga mampu menggambarkan problema manusia yang bersifat universal, yakni tentang masalah hakikat kehidupan, hakikat manusia, kematian dan ketuhanan.

***

Jika sastra khususnya puisi memberikan manfaat seperti di atas, maka mulai saat ini tidak ada kata terlambat untuk mulai mengakrabkan diri dengan puisi. Oleh karena itu, kita dapat memulainya dengan mencatatkan hal-hal penting atau peritiwa penting. Dalam hal ini buku diary atau buku apa saja yang selalu Anda bawa menjadi sangat bermanfaat untuk menampungnya. Buku diary ini akan membantu kita dalam membangun kembali emosi yang kita lalui pada saat itu ke dalam puisi.



Daftar Pustaka

Aminuddin, Drs. (2009). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Djojosuroto, Kinayati. (2006). Pengajaran Puisi. Bandung: Penerbit Nuansa.

Hernowo. (2004). Quantum Writing. Bandung: Mizan Media Utama.

Senin, 29 Oktober 2012

Spain? Do you know spain?

Spanyol – Negara Adidaya Di Masa Islam
300px-Patio_de_los_Arrayanes
(dikutip dari berbagai sumber)


Masuk dan menyebarnya Islam di Spanyol menjadi fakta sejarah yang membantah kesan bahwa dakwah Islam disampaikan dengan kekerasan. Tak hanya itu, Islam di Spanyol juga telah mengantarkan wilayah ini mencapai kejayaannya dengan sejumlah penemuan ilmiah revolusioner.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di kalangan orientalis Barat berkembang persepsi, dalam dakwahnya para tokoh Islam ibarat menggenggam Al-Qur’an di tangan kanan dan menghunus sebilah pedang di tangan kiri.

Seolah-olah, demikian dikesankan para orientalis, satu-satunya pilihan bagi mereka yang tidak menerima Islam adalah: mati! Penilaian tersebut untuk menstigma bahwa Islam adalah ajaran kejam dan pengikutnya tidak lebih dari seorang jagal. Padahal peperangan yang dilakukan Islam di masa Rasul dan sahabatnya ataupun masa sesudahnya, jauh dari kesan kejam dan brutal. Syari’at Islam menjelaskan perang dalam Islam terdiri dari dua jenis. Pertama adalah perang defensif karena diserang dan dalam rangka mempertahankan diri atau mempertahankan wilayah kaum muslimin. Kedua, perang ofensif dengan tujuan menghancurkan penghalang dakwah. Biasanya penghalang dakwah berupa digelarnya pasukan oleh penguasa kafir yang menolak wilayahnya dimasuki ajaran Islam dan kaum muslimin. Karena menyebarkan dakwah adalah kewajiban syara’, maka peperangan menjadi metoda yang absah dalam konteks syari’at Islam dan sejarah perkembangan Islam.
>
Lagipula perang dalam Islam untuk menghidupkan umat manusia, bukan memusnahkan. Oleh karena itu, ketika kaum muslimin menang perang dan menguasai wilayah, tidak bertujuan menjajahnya.

Masuk dengan Damai


Islam sendiri, jelas mengutamakan perdamaian. Perjalanan sejarah masuk dan menyebarnya Islam di Spanyol, menjadi salah satu buktinya. Dalam proses yang memakan waktu relatif singkat, tiga tahun, Islam berhasil menyebar ke seantero Spanyol. Hebatnya lagi, para pendakwah yang memperkenalkan Islam di Spanyol dari tahun 711 hingga 714 Masehi itu, hanya mengalami satu kali peperangan.

Peperangan itu pecah pada awal masuknya Islam ke sana, yaitu sekitar tahun 709 Masehi di Guadelete, sebuah kota terkemuka dekat Cadiz. Peperangan itu sebenarnya bermula dari pertikaian antara sesama umat Kristen Spanyol. Raja Roderick yang berkuasa saat itu memaksakan keyakinan trinitas Kristen yang dianutnya kepada umat Nasrani Aria. Berbeda dengan para pendukung Roderick yang meyakini Nabi Isa sebagai Yesus, yaitu Allah Bapak, Anak Tuhan, dan Ruh Kudus, kaum Nasrani Aria meyakini Nabi Isa semata sebagai Rasulullah. Pemaksaan keyakinan Trinitas oleh Raja Roderick ini menimbulkan penindasan di kalangan Nasrani Aria. Lantas pimpinan merekapun mendukung pasukan Muslim pimpinan Tariq bin Ziyad, sesaat setelah memasuki wilayah Andalusia melalui selat Giblatar. Maka pecahlah perang antara pasukan Raja Roderick dengan pasukan Muslim pimpinan Tariq bin Ziyad. Sejarawan Barat yang beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang. Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam atau pedang. Padahal bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh pemerintahan Islam”.

Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam ke Spanyol. Islam tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga Spanyol mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan Cordova menjadi center of excellent peradaban dunia.

Montgomery menganalisa, ini karena Islam tak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syari’at Islam sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.


Tak mengherankan jika para ulama terkemuka seperti Ibnu Rusyd (1126-1198) misalnya, yang di Barat dikenal dengan Averous, diakui pula sebagai ilmuwan yang handal di bidangnya. Demikian halnya dengan Ibnu Arabi (1165-1240) yang juga telah mengharumkan Islam di Spanyol.

Ilmu pengetahuan bukanlah bagian yang terpisahkan dari syari’at Islam dan etika moral. Menurut Montgomery, tak ada yang dapat melukiskan relasi antara ilmu pengetahuan, agama, dan etika daripada kata-kata filosofis Ibnu Rusyd. Filsafat tak berarti apa-apa jika tak bisa menghubungkan ilmu pengetahuan, agama, dan etika dalam suatu relasi harmonis. Ilmu pengetahuan, demikian Ibnu Rusyd, dibangun di atas fakta-fakta dan logika hingga sampai kepada suatu penjelasan rasional. Etika, merefleksikan manfaat setiap riset ilmiah, sehingga harus dapat memberi nilai tambah bagi kehidupan. Sedangkan firman Allah, itulah Al-Qur’an, menjadi satu-satunya pembimbing kita untuk sampai pada tujuan hakiki dari hidup ini.

Temuan-temuan Iptek

Membicarakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Spanyol, tak bisa lepas dari kerja besar pembangunan peradaban yang dilakukan para pembawa risalah Islam ke kawasan Eropa itu. Tak bisa juga dipisahkan dari kajian etika serta syari’at Islam yang didakwahkan para da’i.

Itulah yang mendorong semangat para ilmuwan Muslim Spanyol: Pengetahuan itu satu karena dunia juga satu, dunia satu karena Allah juga satu. Prinsip “tauhid” semacam ini yang menjadi koridor berpikir para ilmuwan muslim dalam mengembangkan sains dan teknologi.

Tak mengherankan jika temuan-temuan para ilmuwan muslim pada zaman ini sangat revolusioner. Jauh sebelum Wilbur Wright dan Oliver Wright menemukan pesawat terbang pada abad 20, usaha menemukan alat transportasi penerbangan sudah dilakukan oleh Abu Abbas Al-Fernass. Bahkan ia sudah mencoba terbang, meski kendaraan yang ditemukannya tak sempurna. Sayangnya, sejarah peradaban dunia Islam yang berbasis di Andalusi, Spanyol itu, tak terekam oleh Barat. Sementara catatan-catatan sejarah Islam, ditutup rapat untuk tak dijadikan referensi.

Toh sejarah tak bisa berdusta. Demikian halnya dalam pengembangan ilmu kedokteran oleh para pakar muslim. Selain Ibnu Rusyd, adalah Az-Zahrawi yang dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat Cordova pada 936 Masehi, dikenal sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan yang karya ilmiahnya itu dijadikan referensi dasar bedah kedokteran selama ratusan tahun. Sejumlah universitas, termasuk yang ada di Barat, menjadikannya sebagai acuan.

Demikian halnya kontribusi ilmuwan Islam di bidang astronomi. Adalah Az-Zarqalli, astronom muslim kelahiran Cordova yang pertama kali memperkenalkan astrolabe. Yaitu suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini menjadi revolusioner karena sangat membantu navigasi laut. Dengan demikian, transportasi pelayaran berkembang pesat selepas penemuan astrolabe. Sementara pakar geografi, Al-Idrisi, yang lahir di Ceuta pada 1099 Masehi, setelah menuntut ilmu di Cordova juga menemukan dan memperkenalkan teknik pemetaan dengan metode proyeksi. Suatu metode yang sama dengan yang dikembangkan Mercator, empat abad kemudian.

Eropa Berhutang Budi Temuan sains dan teknologi, serta kajian filsafat Muslim Spanyol, mengalir ke seluruh kawasan ibarat mengairi kekeringan kehidupan intelektual Eropa. Para pelajar dari Eropa Barat memenuhi perpustakaan-perpustakaan serta kampus-kampus perguruan tinggi yang dibangun oleh ilmuwan muslim di sana.

Pola pendidikan yang dikembangkan para ilmuwan muslim di sana, sungguh memikat para pelajar dari Eropa. Dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah, ulama Muslim terkemuka Ibnu Khaldun menilai metode pendidikan yang dikembangkan saat itu sebagai “Mengarahkan seseorang untuk mengerti sesuatu melalui apa yang dikerjakannya”. Secara sederhana Ibnu Khaldun menyebutnya sebagai “Metode belajar dengan hati” atau “Learning by doing” dalam bahasa kita sekarang.

Kondisi inilah yang mencerahkan paradigma berpikir orang-orang Eropa. Menurut Montgomery, cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi “dinamo”nya, Barat bukanlah apa-apa.

Inilah yang sesungguhnya menjadi momentum Eropa memasuki masa Renaissance. Pada abad sembilan, demikian Montgomery, Universitas Cordoba menjadi gerbang Eropa memasuki zaman pencerahan. Sayangnya orang-orang Eropa merasa pencerahan mereka berawal pada abad enam belas dari Florence di Italy.

Yaitu pada saat pemimpin Eropa bersepakat ‘meninggalkan’ agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan apa yang disebut sekularisme. Akibatnya, keagungan peradaban Islam yang dibangun di Spanyol berakhir dengan tragis. Yaitu pada saat penguasa di sana menghancurkan semua karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tidak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan.

Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di Majorca, kitab-kitab karya Imam Ghazali dibakar, ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu Tufail, Ibnu Rushdy disingkirkan. Nasib yang sama, juga dialami Ibnu Arabi. Akhirnya, kebijakan bumi hangus tersebut telah menyebabkan kesulitan merekonstruksi perjalanan sejarah Islam di Sevila, Cordoba, dan Andalusia sebagai bukti keagungan peradaban Islam di Spanyol tidak bias dipungkiri, meski kemudian sirna dihancurkan dalam Perang Salib. Tepat pada 2 Januari 1492, Sultan Islam di Granada, Abu Abdullah, untuk terakhir kalinya melihat Al Hambra…

yang benar datangnya dari Allah, kesalahan berasal dari kejahilan hamba-Nya yang dho’if..

Sabtu, 20 Oktober 2012

Puisi dalam Lautan tak Bertepi


Jalaludin Rumi image

Oleh Nurohmah
19 Oktober 2012

Puisi. Jika kita bicara tentang puisi, puisi akrab sekali kita menyebutnya sebagai kata-kata yang disusun dengan memperhatikan bunyi sehingga menimbulkan arti indah. Puisi selalu identik dengan perasaan jujur seorang penyair. Jika kita membaca puisi akan lain dibawanya. Kita akan diarahkan pada berbagai tafsir kata dan simbol. Karena kita ketahui puisi itu sendiri memiliki bahasa yang berbeda dengan genre sastra lain seperti prosa. Bahasa puisi lebih rumit karena puisi tidak menggunakan bahasa sehari-hari. Tetapi inilah ciri khas puisi yang membuat penikmat puisi akan dibawanya ke alam bawah sadarnya dalam perasaan berangan-angan ketika menghadapi makna puisi.
Misalnya dalam puisi berikut ini :
CINTA : Lautan Tak Bertepi
Cinta adalah lautan tak bertepi
langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.

Karya Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin Al-Khattabi Al-Bakri
            Dalam puisi “Lautan tak Bertepi” kita bisa melihat banyak kata-kata yang belum memiliki arti yang sesungguhnya seperti Cinta lautan tak bertepi, serpihan buih belaka, langit berputar, gelombang Cinta, Dunia akan membeku, tumbuhan akan mengorbankan diri, demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam, beku dan kaku dan naik ke atas laksana tunas.
            Sejenak kita akan berhenti untuk memaknai arti yang sesungguhnya pada kata seperti pada Cinta adalah lautan tak bertepi. Saya kira cinta memang lazim membutakan mata seseorang sehingga seseorang dapat melakukan apapun demi yang dicintainya dalam kata cinta-tak bertepi berarti cinta memiliki arti yang sangat luas bagi seseorang. Dan akan merasa kecil ketika kita melakukan suatu kesalahan yang membuat kita takut kehilangan. Tetapi karena adanya cinta kita mampu menghadapi apapun. Seperti dikatakan langit berputar karena gelombang cinta ini dapat seperti kita umpamakan seseorang mampu seperti langit berputar berarti kita mempunyai kehidupan ini karena adanya perasaan cinta yang mampu menggerakkan siapapun itu yaitu erat kaitannya dengan kasih sayang dari sang Pencipta kepada hambanya.
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
            Dalam penggalan bait puisi di atas saya katakan cinta ini erat kaitannya dengan semangat hidup, nyawa karena jika tak ada cinta dunia akan membeku artinya dunia akan mati, seseorang tak akan ada yang hidup jika tak ada yang memberinya nyawa untuk berubah dan tumbuh melihat dunia karena cinta Tuhan kepada hambanya seseuatu yang organik beruah menjadi tumbuhan. Karena hal ini dapat kita buktikan nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan? Sesuatu yang tak mungkin di dunia jika Allah menghendaki pasti jadilah dia. Hal ini penyair mempertegas keagungan Tuhan dalam bait berikutnya, perhatikan penggalan bait berikut :
           
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
            Kita orang Islam tahu betul bahwa Nabi Isa AS. lahir tanpa bapak. Bukankah ini hal yang mustahil jika kita buktikan secara akal manusia. Allah membuktikan kekuasaannya pada Maryam yang diberinya seorang anak. Ini adalah bagian dari cinta Tuhan pada hambanya untuk mengujinya. Allah mengorbankan Maryam, lewat Maryam lahirlah Isa. Bukankah jika kita sudah cinta hal apapun yang ingin kita lakukan ingin sekali itu terjadi. Demikian halnya dengan takdir Maryam. Karena siapa lagi yang memberi ruh pada tumbuhan dan ruh siapa yang menghamili Maryam kecuali Tuhan yang membuat melainkan karena perasaan cinta-Nya.
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.
Lihatlah pada seseorang yang sedang putus cinta dan putus asa karena ia merasa tak ada lagi yang mecintainya. Entah waktu itu ia sadar atau tidak. Betapa ia tidak semangat dan kehilangan senyumnya kala ia berpisah dengan sang pujaan hati. Segalanya menjadi beku bagai salju. Tak ada sisa-sisa semangatnya lagi. Tak ada cahaya yang menuntunnya. Tak dapat terbang mencari kehidupannya.
Dalam penyelesaian puisi Rumi menyelesaikannya dengan sangat apik. Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah lagu pujian Keagungan pada Tuhan. Memang dapat kita rasakan sendiri makna dari penggalan puisi tersebut tidak semua cita-cita, permintaan-permintaan dan doa-doa yang kita panjatkan pada-Nya langsung terkabul. Bukan karena Tuhan tak mendengar tetapi aku yakin Tuhan ingin kita lebih dekat lagi dan lebih dekat lagi dalam mengagungkan pujian terhadap-Nya. Sesuatu yang tak tercapai lantas kita mengatakan Allah tak mendengar saya rasa kita belum benar-benar meyakini sifat wajib Allah. Allah itu tidak tuli. Allah mendengar semuanya. Bahkan allah mendengar suara sekacil apapun yang tak dapat kita dengar. Karena percayalah kita hanya butuh sedikit tawakal dan sabar.

Jumat, 19 Oktober 2012

Kisah Mushab bin Umair Panglima Perang Uhud


Kisah Sahabat Nabi: Mush'ab bin Umair, Duta Islam yang Pertama
  

Ilustrasi
Berita Terkait
Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal, Pelita Ilmu dan Amal
Kisah Sahabat Nabi: Miqdad bin Amr, Mujahid Ulung dan Ahli Filsafat
Kisah Sahabat Nabi: Khubaib bin Adi, Syahid di Tiang Salib
Kisah Sahabat Nabi: Khalid bin Sa'id bin Ash, Kebesaran Jiwa Seorang Sahabat
Kisah Sahabat Nabi: Khalid bin Walid, Si Pedang Allah

REPUBLIKA.CO.ID, Mush'ab bin Umair salah seorang diantara para sahabat Nabi. Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.  Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum."

Mush'ab lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Makkah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan?

Suatu hari, anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Makkah mengenai Muhammad Al-Amin, yang mengatakan dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai dai yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.

Maka pada suatu senja, didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah SAW sering berkumpul dengan para sahabatnya, mengajarkan mereka ayat-ayat Alquran dan mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Akbar.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat, Ia wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab memeluk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.

Bahkan walau seluruh penduduk Makkah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya, bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.

Tetapi di kota Makkah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak. Kebetulan seorang yang bernama Utsman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad SAW. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Makkah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat Alquran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketakwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai, ketika melihat cahaya yang membuat wajah putranya berseri cemerlang itu kian berwibawa. Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab tak jadi menyakiti putranya. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya dengan rapat.

Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habasyah. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu pergi ke Habasyah melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muslimin, lalu pulang ke Makkah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Pada Suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah SAW. Demi memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.

Mush'ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Mush'ab memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah diterapkan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaknya mengikuti pola hidup Rasulullah SAW yang diimaninya yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka. Demikianlah duta Rasulullah yang pertama itu telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.

Dalam Perang Uhud, Mush'ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.

Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.

Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!"

Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."

Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!"

Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, Rasulullah bersabda, "Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya."

Semoga kisah Mushab bin Umair ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Rabu, 17 Oktober 2012

Artikel Belajar dari kelima jari tangan

113-hand-with-ball-of-energy

Belajar dari kelima jari tangan
Pelajaran ini Allah berikan melalui salah seorang ustadz dalam suatu daurah.
Jempol atau ibu jari, mewakili potensi. Biasanya kita mengacungkan jempol sebagai tanda untuk menilai suatu kelebihan, kebaikan, kecakapan, atau hal lain yang dianggap pantas ‘diacungi jempol’. Ibu jari ini mengingatkan kita betapa pentingnya mengembangkan potensi di dalam diri kita. Teruslah memperbaiki dan mengembangkan diri sehingga kita memiliki potensi yang bermanfaat bagi umat dan pantas ‘diacungi jempol’.
Jari telunjuk, mewakili arah. Biasanya kita menggunakan telunjuk untuk menunjukkan suatu arah. Begitupun dalam hidup kita, telunjuk mengingatkan kita untuk selalu memiliki arah, visi, tujuan yang ingin kita capai. Tentukan tujuan hidup kita. Visualisasikan mimpi yang ingin kita gapai dengan jelas. Fokuslah pada arah atau tujuan hidup kita.
Jari tengah, mewakili keseimbangan. Jari tengah ini merupakan jari yang berada di tengah dan memiliki tugas untuk menyeimbangkan kedua jari yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Jari tengah mengingatkan kita untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan antara jasad, akal, dan ruh. Keseimbangan antara makanan, minuman, dan udara. Keseimbangan antara tugas kita sebagai abid dan sebagai khalifah atau pemimpin. Keseimbangan antara takut dan harap. Keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Jari manis, mewakili relasi. Entah darimana asalnya mengapa jari ini disebut jari manis. Mungkin karena jari jari ini menjadi salah satu bagian tubuh yang digunakan untuk memasangkan simbol sebuah relasi, seperti pernikahan. Jari manis mengingatkan kita untuk selalu menjaga silaturahim dengan orang-orang di sekitar kita. Perbanyaklah silaturahim, jagalah silaturahim, sambunglah kembali silaturahim.
Jari kelingking, mewakili kehati-hatian. Mungkin karena jari ini berukuran paling kecil di antara keempat jari lain, maka jari ini terkadang sering diabaikan. Padahal tidak ada hal sekecil apapun yang sia-sia. Jari kelingking mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati terhadap sesuatu yang kita anggap remeh. Bisa jadi hal yang kecil menjadi suatu masalah yang besar bila kita kurang hati-hati dalam bersikap. Bukankah taqwa itu seperti berjalan di atas jalan berduri. Berhati-hatilah dalam melangkah.
Subhanallah banyak sinergitas yang bisa kita dapat ketika kelima jari ini kita gabungkan. Coba gabungkan kelima jari kita. Kepalkan di udara lalu berteriaklah, semangat!!!
Ya rabb, sungguh Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia...


take myhand