Sabtu, 24 November 2012

Cerpen Tentang "Cinta"


Alhamdulillah cerpen yang bertema cinta ini dapat diselesaikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman kosan yang telah bersedia membantu mengenai hal yang terkait di dalam cerpen. Selamat membaca semoga pembaca tidak ketawa saat membacanya. *_*

                                          Gerimis dalam Kekeringan

Love Image
     
       Cinta merupakan perasaan yang setiap manusia pasti memilikinya dan mampu merasakannya. Namun cinta yang kurasa masih terombing-ambing di lautan dan lepas. Terbentur karang dan ombak. Aku masih belum tahu kini cintaku milik siapa. Semuanya berlalu terlalu singkat. Aku sudah lupa bagaimana perasaan saat pertama kali aku jatuh cinta. Saat pertama kali aku menemuinya meski hanya dalam impian semata.
       Namun yang kurasakan adalah berdiri diantara sebuah keinginan dan penolakan cinta. Semua aku timbang dengan benar dan hati-hati. Sehingga aku putuskan untuk pergi jauh-jauh. Karena berjuta alasan dan kebaikan untuknya. Itulah sebuah peperangan yang membuat separuh jiwaku berada dalam tengah hutan yang gelap. Terasa tak ada yang memberiku petuah yang menyentuh. Aku tak bisa mendengar dengan baik apa yang terjadi pada lingkungan saat aku berdiri.
       “Udah belum, Hen? Udah mau ditutup perpustakaannya.” kata-kata Saskia memecah lamunanku.
       “Oh, iya. Ini udah ada semua referensi bukunya. Tinggal langsung saja ke penjaga perpustakaan. Ayo?” ajakku sambil membereskan tas dan membawa buku-buku yang sudah aku pilih untuk ditunjukkan kepada penjaga perpustakaan.
       Hati tak bisa berbohong sedikitpun. Meski berkali-kali aku memungkirinya. Berkali-kali pula aku merasakan sakit yang mahadahsyat. Jiwa sedang di kelas namun pikiran entah berkelana kemana. Tak dapat fokus dengan yang ada di depan mata. Rasanya jika seorang pianis sedang memainkan nada, nada itu tak akan memiliki jiwa. Nada itu adalah aku. Sampai perkataan teman sendiripun tak didengar.
       “Hen, asyik nih nilai kita yang paling besar. Ngga’ salah ya aku sekelompok sama kamu, Hen. Kapan-kapan kita belajar bersama lagi dong, Heni.” kata Saskia penuh manja saat kami berdua sedang duduk di bangku taman.
       “Tapi, ada syaratnya. Kamu harus bawa sebotol cairan cinta dan sepiring kesetiaan untuk membuatku nyaman.” jawabku ngeledek.
       “Huh, dasar.” jawabnya kesal.
       Dalam perjalanan pulang, aku dan Saskia bicara apapun yang melintas dalam pikiran. Dia selalu menyinggung-nyinggung perihal cinta, yang selalu membuatku bosan dan malas untuk membahasnya. Sebenarnya bukan aku membenci seseorang yang membuatku benci membicarakan soal cinta. Hanya saja aku tak seharusnya memiliki perasaan cinta yang salah, yang hanya akan membuatku kecewa karena cinta yang kumiliki tak akan mungkin aku miliki seutuhnya. Akupun tak menyalahkan perasaan ini.
       Sebuah opini aku nyatakan, lebih baik mencintai seorang idola daripada mencintai seseorang yang tidak akan membalas cinta dan perasaan kita. Karena sebatas antara seorang fan dan idola, aku hanya mengagumi saja sehingga tak akan membuatku patah hati apalagi kecewa. Hanya sebatas untuk mendapatkan inspirasi dari sosok ­public figure. Sosoknya dapat memberikanku semangat baru. Itulah yang kurasakan saat ini. Dalam keadaan diriku yang tak menentu ini. Aku mencoba mengalihkan perhatianku. Dan mencintai-Nya lebih baik karena jelas cinta-Nya hanya untuk hambanya.
       “Heniii...?” dari kejauhan aku mendengar ada yang mengucap namaku begitu keras. Akupun menengok ke belakang.
       “Herry. Ada apa, Her?” aku tak menyangka dia datang menghampiriku sore itu. Seketika membuat aku gugup.
       Kini aku ingat bagaimana rasanya cinta pertama itu bersemi. Semua orang disekeliling kita menghilang. Semua kosakatapun yang ada di otak terasa hilang begitu cepat, yang menjadikan penyakit amnesia datang sekejap. Semua urat syaraf untuk mengucapkan sepatah katapun terkunci. Dan kau tak bisa apa-apa kala mata itu menghunus matamu. Kau akan terkulai dalam kata-katanya yang menjelma bagai gerimis. Gerimis yang turun dan membasahi jiwa yang sedang kekeringan.
       “Kau menjatuhkan ini.” katanya sangat ramah.
       “Ah, iya betul ini gantungan tas milikku. Makasih ya, Her?” kataku sambil gemetar dan mengambil gantungan tasku dari tangannya.
       Sejak awal perjumpaan itulah aku dengannya jadi semakin akrab. Kala cinta kucoba untuk aku musnahkan dia malah datang. Tapi kala cinta kuharapkan datang dia tak juga datang. Dan semakin membuat keadaan menjadi begitu acuh. Apakah kau mengujiku, cinta? Kau jahat sekali. Kau membuatku merasa seluruh dunia menjauhiku. Tak ada yang mengajakku menikmati indahnya hari.
       Semuanya begitu indah jika cinta itu sudah berkumpul dan dirasakan bersama. Bagai penantian kertas-kertas putih yang telah menemukan tintanya. Terasa lengkap jika seseorang telah menemukan sumber mata air yang akan membuatnya sejuk setiap saat. Cintaku untukmu setiap hari. Cintaku kepada-Nya, bukan hanya sekedar lima waktu semata. Cintaku untuk mereka dan mereka tetap menjadi yang paling berwarna dan lebih terang. Kau membuatku lebih perhatian kepada yang lain. Semangatku telah kembali seutuhnya ke dalam raga. Namun saat mata tak bisa memandang. Kuharap biarlah hanya doa yang menyatukan. Dan kau tetap sabar. “Ya, Allah. Kini malam-Mu telah datang dan siang-Mu telah berlalu dan suara-suara penyeru-Mu telah diperdengarkan maka ampunilah aku.”
November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar